Klikbangsa.com (Jakarta) – Usulan kenaikan biaya haji tahun 2023 yang disampaikan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas di hadapan Komisi VIII DPR (Kamis, 19/1/2023) menyita perhatian banyak pihak. Tak tanggung-tanggung, usulan kenaikannya hampir dua kali lipat dari tahun lalu, yakni dari Rp 39,8 juta ke Rp 69,1 juta per jemaah. Pertanyaannya: sudah tepatkah biaya haji dibebankan sebesar itu kepada calon jemaah haji tahun ini? Bagaimana pemerintah Indonesia seharusnya?
Maka dengan itu Politisi Muda Partai Gelora Eko Suwono B.A sekaligus Wakabid KeUmatan DPD Jakarta Timur, menyatakan dengan tegas menolak adanya kenaikan harga Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji sebesar Rp 69.000.000 untuk tahun 2023.
“Karena akan memberatkan Rakyat Indonesia yang sudah terdaftar sebagai Calon Jemaah Haji dan sudah pasti telah melakukan pembayaran lunas,” katanya.
Akibat kebijakan tersebut terang Eko Suwono B.A maka dapat dipastikan tidak akan berangkat apabila tidak melunasi kekurangan biaya yang telah ditetapkan.
“Bahwa kami menyoroti fakta yang sebaliknya, ternyata pada tahun 2023 Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui Layanan Masyair atau Layanan Paket Haji justru menurunkan Biaya Paket Haji sebesar 30 (tiga puluh) persen lebih murah dari tahun 2022 sehingga mengapa Pemerintah Republik Indonesia justru menaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji pada tahun 2023 sebesar 70 (tujuh puluh) persen dari tahun 2022,” terangnya.
Nah, terkait hal-hal tersebut, ada beberapa catatan penting yang perlu kita cermati bersama.
Pertama, masalah haji memang rumit.
Tapi, sosialisasi dan komunikasi dalam kebijakan haji pemerintah masih terlihat lemah.
Persoalannya,bagaimana pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama RI, bersikap? Banyak pihak mengeluhkan biasanya yang sering mengeluarkan kebijakan dan regulasi baru yang mendadak terkait haji itu Arab Saudi. Kali ini justru pemerintah Indonesia.
Eko Suwono B.A menjelaskan, Pemerintah Republik Indonesia seharusnya memberikan kemudahan bagi rakyatnya yang akan menyelenggarakan ibadah haji, bukan justru mempersulit dengan menaikan biaya-biaya yang seharusnya tidak diperlukan.
Karena berdasarkan konsideras huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah menyatakan salah satu jaminan negara atas kemerdekaan beribadah melalui pelayanan dan perlindungan bagi warga negara yang menunaikan ibadah haji dan umrah secara aman, nyaman, tertib, dan sesuai dengan ketentuan syariat.
“Oleh karena itu, kami meminta kepada Yth. Bapak Menteri Agama Republik Indonesia dan Ketua serta Anggota Komisi VIII DPR RI agar membatalkan kebijakan tersebut. Karena sangat memberatkan Rakyat Indonesia yang akan menyelenggarakan ibadah haji,” Tutupnya.
(M.NUR)